SeLeYiAn
Senin, 28 Januari 2013
Mengenal Ikan Capungan Banggai (Pterapogon kauderni)
http://akuakulturunhas.blogspot.com/2008/08/mengenal-ikan-capungan-banggai.html
Ikan ini termasuk famili Apogonidae yang merupakan anggota terbanyak dari ordo Perciformes dengan 27 genera dan 250 spesies yang tersebar di Samudera Pasifik, Samudera Atlantik dan Samudera Hindia. Memiliki bentuk tubuh agak pipih dengan dasar kuning dan keperak-perakan, terdapat garis-garis hitam yang vertikal dari sirip punggung ke sirip perut dan sirip dubur. Memiliki dua sirip punggung yang terpisah dengan jelas,sirip punggung pertama berjari-jari keras sedangkan garis punggung kedua berjari-jari lunak, mempunyai mata yang besar berwarna hitam dan bentuk mulut terminal dengan ukuran kecil. Panjang tubuh sekitar 3 – 8 cm dan pada saat dewasa berukuran 8 – 10 cm.
Daerah penyebaran sangat terbatas di wilayah Sulawesi Tengah bagian timur,tepatnya di Kepulauan Banggai, karena itu spesies ini termasuk endemik. Populasi ikan ini dapat ditemukan di perairan dangkal dengan kedalaman 0 – 5 m pada daerah lamun (sea grass) dan terumbu karang dimana banyak terdapat bulu babi dan anemon. Mereka hidup bersimbiosis dengan bulu babi (Diadema setosum) yang umumnya terdapat di perairan pantai. Simbiosis dilakukan dengan cara mengupayakan agar garis hitam pekat pada tubuh mereka membaur membentuk garis lurus dengan salah satu duri bulu babi yang bertujuan untuk penyamaran dan perlindungan dari serangan predator. Selain bulu babi, ikan ini juga memiliki tempat perlindungan lain yaitu anemon laut dengan cara memanfaatkan tubuh mereka yang kecil agar dapat menyelinap diantara helaian anemon laut.
Menurut Allen dan Steene (1995), kardinal Banggai merupakan ikan nokturnal aktif yaitu mencari makan pada malam hari. Makanannya berupa plankton, mikro krustasea dan ikan kecil. Perilaku biologis menunjukkan ikan ini mempunyai tingkah laku khas sebelum melakukan pemijahan dimana ikan jantan dan betina dewasa yang telah matang gonad akan memisahkan diri dari kelompoknya dan mencari tempat yang cocok dan sesuai untuk kawin. Sebelum sel telur dan sperma dikeluarkan, mereka akan melakaukan gerakan-gerakan unik yang disebut ”mating dance” atau percumbuan. Percumbuan dilakukan oleh ikan jantan dengan berenang-renang di sekitar ikan betina yang bertujuan untuk menarik perhatian .
Pemijahan berlangsung secara eksternal dimana sperma dilepaskan langsung ke arah telur yang sudah dikeluarkan namun masih menggantung pada tubuh betina. Secar umum, memiliki fekunditas yang rendah dimana setiapo kali pemijahan induk betina hanya menghasilkan 15 – 40 butir telur saja.
Perbedaan individu jantan dan betina terletak pada ukuran tubuh, panjang sirip punggung kedua dan bukaan mulut. Jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih besar, sirip punggung kedua yang lebih panjang dan bukaan mulut yang lebih besar dari individu betina. Induk jantan melakukan pengeraman telur yang telah dibuahi di dalam mulut (mouth breeder). Lamanya pengeraman 10 – 14 hari terhitung setelah terjadinya pembuahan. Telur yang dierami hanya sedikit dan berdiameter 2,8 – 3 mm. Telur yang ditetaskan berkembang menjadi larva dan anak ikan dalam mulut induk jantan. Selama berlangsung tahapan tersebut, mulut jantan selalu terbuka. Waktu yang diperlukan untuk menjadi larva dan anak ikan adalah seminggu sebelum dilepas ke lingkungan sekitar. Pertumbuhan ikan ini tergolong lamban, setelah usia 2 bulan baru mencapai ukuran 1,8 – 2,5 cm.
Penyakit
Selama ini belum pernah dilaporkan adanya wabah (outbreak) yang menyerang ikan ini. Hasil pemantauan hama penyakit ikan karantina (HPIK) yang dilakukan oleh Stasiun Karantina Ikan Kelas II Luwuk Banggai pada tahun 2006 hanya menemukan parasit jenis Trichodina sp pada kerokan lendir. Praktis, faktor kualitas air dan keseimbangan ekologi yang terjaga pada habitat ikan ini turut membantu meminimalisir timbulnya penyakit yang menyerang ikan yang menjadi ciri khas Kabupaten Banggai Kepulauan ini.
Bila anda berkunjung ke kabupaten Banggai Kepulauan Propinsi Sulawesi
Tengah tepatnya di bagian timur pulau Sulawesi, tentunya belum lengkap
perjalanan anda kalau belum melihat salah satu spesies ikan hias laut endemik
Indonesia yang penyebaran alaminya hanya bisa ditemukan di perairan Kepulauan
Banggai yaitu Banggai Cardinal Fish (Pterapogon kauderni) atau dalam bahasa
lokal dikenal sebagai ikan capungan Banggai.
Sejak beberapa waktu lalu, spesies Banggai Cardinal Fish (disingkat
BCF) ini mulai menarik perhatian dunia internasional seiring dengan adanya
usulan dari negara USA memasukkannya ke dalam daftar lampiran CITES, suatu
konvensi yang mengatur perdagangan internasional terhadap spesies flora dan
fauna yang terancam punah. Namun dalam sidang negara-negara anggota CITES atau
Conference of Parties (CoP) ke 14 pada tanggal 3 – 15 Juni 2007 lalu di Den
Haag – Belanda, spesies ini berhasil diperjuangkan oleh delegasi Indonesia
tidak masuk dalam Apendiks II CITES sehingga dalam pengelolaannya masih mengacu
pada prinsip-prinsip pengelolaan perikanan sebagaimana digariskan oleh FAO.
Menurut Tullock dan Michael (1999) ikan capungan
Banggai diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Super Klas : Gnathostomata
Kelas : Osteichtyes
Sub Klas : Actinopterygi
Super Ordo : Teleostei
Famili : Apogonidae
Genus : Pterapogon
Spesies : Pterapogon kauderni, Koumans (1933)
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Super Klas : Gnathostomata
Kelas : Osteichtyes
Sub Klas : Actinopterygi
Super Ordo : Teleostei
Famili : Apogonidae
Genus : Pterapogon
Spesies : Pterapogon kauderni, Koumans (1933)
Ikan ini termasuk famili Apogonidae yang merupakan anggota terbanyak dari ordo Perciformes dengan 27 genera dan 250 spesies yang tersebar di Samudera Pasifik, Samudera Atlantik dan Samudera Hindia. Memiliki bentuk tubuh agak pipih dengan dasar kuning dan keperak-perakan, terdapat garis-garis hitam yang vertikal dari sirip punggung ke sirip perut dan sirip dubur. Memiliki dua sirip punggung yang terpisah dengan jelas,sirip punggung pertama berjari-jari keras sedangkan garis punggung kedua berjari-jari lunak, mempunyai mata yang besar berwarna hitam dan bentuk mulut terminal dengan ukuran kecil. Panjang tubuh sekitar 3 – 8 cm dan pada saat dewasa berukuran 8 – 10 cm.
Daerah penyebaran sangat terbatas di wilayah Sulawesi Tengah bagian timur,tepatnya di Kepulauan Banggai, karena itu spesies ini termasuk endemik. Populasi ikan ini dapat ditemukan di perairan dangkal dengan kedalaman 0 – 5 m pada daerah lamun (sea grass) dan terumbu karang dimana banyak terdapat bulu babi dan anemon. Mereka hidup bersimbiosis dengan bulu babi (Diadema setosum) yang umumnya terdapat di perairan pantai. Simbiosis dilakukan dengan cara mengupayakan agar garis hitam pekat pada tubuh mereka membaur membentuk garis lurus dengan salah satu duri bulu babi yang bertujuan untuk penyamaran dan perlindungan dari serangan predator. Selain bulu babi, ikan ini juga memiliki tempat perlindungan lain yaitu anemon laut dengan cara memanfaatkan tubuh mereka yang kecil agar dapat menyelinap diantara helaian anemon laut.
Menurut Allen dan Steene (1995), kardinal Banggai merupakan ikan nokturnal aktif yaitu mencari makan pada malam hari. Makanannya berupa plankton, mikro krustasea dan ikan kecil. Perilaku biologis menunjukkan ikan ini mempunyai tingkah laku khas sebelum melakukan pemijahan dimana ikan jantan dan betina dewasa yang telah matang gonad akan memisahkan diri dari kelompoknya dan mencari tempat yang cocok dan sesuai untuk kawin. Sebelum sel telur dan sperma dikeluarkan, mereka akan melakaukan gerakan-gerakan unik yang disebut ”mating dance” atau percumbuan. Percumbuan dilakukan oleh ikan jantan dengan berenang-renang di sekitar ikan betina yang bertujuan untuk menarik perhatian .
Pemijahan berlangsung secara eksternal dimana sperma dilepaskan langsung ke arah telur yang sudah dikeluarkan namun masih menggantung pada tubuh betina. Secar umum, memiliki fekunditas yang rendah dimana setiapo kali pemijahan induk betina hanya menghasilkan 15 – 40 butir telur saja.
Perbedaan individu jantan dan betina terletak pada ukuran tubuh, panjang sirip punggung kedua dan bukaan mulut. Jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih besar, sirip punggung kedua yang lebih panjang dan bukaan mulut yang lebih besar dari individu betina. Induk jantan melakukan pengeraman telur yang telah dibuahi di dalam mulut (mouth breeder). Lamanya pengeraman 10 – 14 hari terhitung setelah terjadinya pembuahan. Telur yang dierami hanya sedikit dan berdiameter 2,8 – 3 mm. Telur yang ditetaskan berkembang menjadi larva dan anak ikan dalam mulut induk jantan. Selama berlangsung tahapan tersebut, mulut jantan selalu terbuka. Waktu yang diperlukan untuk menjadi larva dan anak ikan adalah seminggu sebelum dilepas ke lingkungan sekitar. Pertumbuhan ikan ini tergolong lamban, setelah usia 2 bulan baru mencapai ukuran 1,8 – 2,5 cm.
Hasil penelitian Rusdi (2005) menunjukkan bahwa
persentase indeks kematangan gonad ikan jantan dan betina tertinggi terjadi
pada bulan September , Juli dan Oktober yang berarti aktifitas reproduksi pada
bulan-bulan ini cukup besar sedangkan bulan Juni, Agustus dan Nopember
aktifitas reproduksinya rendah. Hal ini menjadi warning tersendiri bagi para
nelayan yang menangkap ikan kardinal Banggai pada bulan-bulan tersebut agar
jangan sampai terjadi overfishing.
Penyakit
Selama ini belum pernah dilaporkan adanya wabah (outbreak) yang menyerang ikan ini. Hasil pemantauan hama penyakit ikan karantina (HPIK) yang dilakukan oleh Stasiun Karantina Ikan Kelas II Luwuk Banggai pada tahun 2006 hanya menemukan parasit jenis Trichodina sp pada kerokan lendir. Praktis, faktor kualitas air dan keseimbangan ekologi yang terjaga pada habitat ikan ini turut membantu meminimalisir timbulnya penyakit yang menyerang ikan yang menjadi ciri khas Kabupaten Banggai Kepulauan ini.
* Penulis adalah angkatan ’97 BDP, staf Karantina
Ikan Luwuk Banggai
Moh. Zamrud, S.Pi*
Moh. Zamrud, S.Pi*
Minggu, 02 Desember 2012
Budidaya Ikan air Tawar Dengan Sistem Keramba Jaring Apung (KJA)
Budidaya sistem keramba jaring apung adalah sebuah model sistem budidaya yang efisien, efisien scara teknis maupun ekonomis.
pada luasan yang sempit kita dapat melipatgandakan hasil tanpa harus menambah biaya yang besar, tentu saja pola yang di gunakan adalah mengintensifkan pola budidaya nya, memang ahirnya akan berdampak pada biaya tinggi. tetapi kalo meguntungkan gak masalah kan ?
Pembuatan KJA
Pembuatan KJA
Secara sederhana satu unit (KJA) 4 kolam dan satu rumah jaga (dapat juga digunakan sekaligus sebagai gudang), denga ukuran tiap kolam (7×7) m2 atau dengan luas total (15,8 X 15,8) m2.
Pelampung disusun dari styrofoam yang dibagi dua sama lebar (bisa juga dari drum atau tong plastik). Idealnya untuk satu unit KJA memerlukan 37 buah pelampung dengan jarak antara pelampung satu dengan yang lain 1,7 m. Agar posisinya konstan, tiap pelampung diikat dengan 2 karet timba yang mengait pada rangka.
Setelah kerangka dan pelampung selesai terakit, maka bambu gombong yang digunakan sebagai pijakan badan kolam pun segera dipasang. Pemasangan dilakukan di dalam air. Panjangnya disesuaikan dengan panjang rangka. Agar posisi konstan maka antar gombong ditahan dengan kaso yang dipaku pada badan gombong, dan untuk menguatkan posisi badan kolam dengan gombnong maka setiap celah antar pelampung diikat dengan karet ban.
Pembuatan geladak dilakukan setelah kaso dipasang pada kerangka. Peletakannya disesuaikan pada lobang paku yang telah dibuat. Setelah terpasang, bambu dipotong disesuaikan panjang kerangka pada geladak dan selanjutnya dipakukan pada kaso. Umumnya geladak terdiri dari 6 sampai 10 batang bambu.
Setelah proses intaslasi kolam selesai dilakukan pemasangan jangkar. Jangkar yang digunakan terbuat dari batu kali yang di bungkus karung diikat dengan tali plastik Æ 20 mm. Satu jangkar memerlukan batu kali sebanyak 200 – 240 Kg. Secara teknis untuk menjaga mobilitas kolam, penempatan batu jangkar berjarak 50 m dari posisi unit KJA. Dengan kata lain, panjang tali ideal yang dibutuhkan untuk tiap jankar adalah 50 m + kedalaman air.
Satu unit ukuran kerangka luar adalah 15,8 X 15,8 m2 terdiri 4 kolam masing – masing berukuran 7X7 m2. Jaring dipasang dengan mengikatkan tali dari tiap ujung jaring dengan pengait yang pada tiap sudut bagian dalam kolam. Untuk mendapatkan bentuk bujur sangkar dengan volume penuh, maka pada tiap ujung dan tengah jaring dipasang pemberat (@ 3 kg). Dengan demikian maka tiap jaring menggunakan 8 buah pemberat.
Jaring kolor dipasang di luar rangka dengan mengikatkan tali pada tiap ujung jaring dengan sudut terluar rangka. Sebagai jaring lapis kedua, fungsi jaring kolor (yang selanjutnya disebut kolor) adalah mewadahi keempat jaring yang ada di dalamnya. Agar bentuknya konstan, kolor perlu diberi 16 pemberat (@ 5 kg) dengan rincian : 12 buah pemberat dipasang diantara sisi luar rangka kolor dan 4 buah sisanya pada tiap sisi dalam pembatas antar kolam.
Ukuran mata jaring disesuaikan dengan ukuran benih yang ditebar dan ukuran panen. Mata jaring 0,75 “ digunakan untuk pendederan benih ukuran 5 s.d. 10 gram. Sedangkan mata jaring 1,0” dugunakan untuk pembesaran ikan ukuran 10 gram s.d. panen (300 gram). Untuk jaring kolor yang digunakan berukuran 15,8X15,8X6 m3 menggunakan jaring dengan ukuran mata jaring 1,25”.
contoh gambar kolam kja
Teknis Budidaya
KJA menggunakan sistem double layer (jaring ganda) artinya pada satu luasan kolam terdapat 2 atau lebih jaring untuk jenis ikan yang berbeda tetapi saling mendukung. dalam hal ini kami menggunakan ikan mas sebagai produk utama yang di kembankan di jaring bagian atas, sedangkan jaring kolor (jaring bagian bawah) di pelihara ikan nila, bisa juga ikan patin/jambal dan bahkan bisa gabungan keduanya nila dan patin.
pemilihan ikan nila sebagai produk sekunder adalah karena tidak memerlukan pakan khusus, ikan nila bisa mencapai pertumbuhan cukup baik dengan hanya memakan sisa – sisa pakan yang tidak termanfaatkan/ tidak terkonsumsi dari ikan ikan mas yang ada di atasnya, selain itu ikan nila dapat memakan lumut lumut yang ada di jaring, dua keuntungan sekaligus yaitu membersihkan jaring dan meningkatkan hasil.
umumnya ikan mas ditanam pada jaring ukuran 7 X 7 m dengan padat tebar 8.000 – 10.000 ekor, diberi pakan pelet 4-5 kali perhari. Biasanya untuk mencapai ukuran konsumsi masa tanam sekitar 2,5 – 3 bulan tergantung ukuran ikan yang di kehendaki.
Berbeda dengan ikan nila yang di tanam di jaring kolor dengan ukuran 14 X 14 m dengan masa tanam 6-7 bulan. ikan nla tidak di beri prlakuan pakan khusus, hanya saja terkadang suka di beri tambahan pakan yang berasal dari bahan bahan / limbah pertanian lokal seperti singkong, mie ataupun roti.
Selain ikan nila, jaring kolor juga dapat di gunakan untuk ikan patin, sama seperti nila, patin juga tidak memerlukan perlakuan pakan khusus, kecuali jika ingin mempercepat masa panen. sebab patin termasuk lambat pertumbuhannya jika tidak di beri pakan khusus, satu masa tanam bisa mencapai 12 bulan.
ada teknik khusus untuk mensiati hal itu sebenarnya, yaitu dengan menggabungkan ikan nila dan patin dalam satu jaring kolor. jadi dalam satu tahun bisa panen tiga kali ikan mas, dua kali ikan nila dan satu kali ikan patin, tanpa ada penambahan biaya yang terlalu signifikan.
koq bisa ? emang panennya gimana ?
Teknis Panen
KJA menggunakan jaring jadi panennya gak terlalu sulit tinggal angkat, tarik, gulung udah dech……
pertama jaring di angkat dengan menggunakan gombong (bambu panjang yang besar dan kuat), gombong di masukkan / di letakkan di bawah jaring yang akan di panen lalu di tarik kepermukaan setelah itu didorong/digeser ke sisi dimana ikan kelak akan di timbang dan di packing.
setelah di gorok (istilah untuk prosesi tadi) dilakukan penyortiran ikan, penyortiran ini di perlukan untuk memisahkan ikan berdasarkan ukuran, sehingga akan memudahkan pada saat packing nantinya selain itu juga untuk membersihkan dari ikan ikan penggagu bila ada.
Pemilihan ikan, penggorokan jaring dan penyortiran semuanya dilakukan pada pagi hari sebelum matahari tinggi dan sebelum ikan dikasih makan, hal ini untuk menjaga agar tidak terjadi kematian pada saat pengangkutan ikan dari kolam ke konsumen.
Penimbangan dan pengepakan ikan kedalam kantong kantong plastik beroksigen (istilahnya di balon) dilakukan pada saat sore atau malam hari, ketika cuaca sudah teduh sehingga ikan tidak mengalami tekanan panas dalam perjalanan.
contoh analisa usaha
biaya yang di butuhkan untuk membuat satu unit (4 petak) KJA
no
|
Uraian
|
sat
|
vol
|
harga satuan
|
total harga
|
A. Biaya Sarana Produksi | |||||
1
| Pembuatan kolam | petak | 4 | 4,500,000 | 18,000,000 |
2
| alat perikanan dan perkolaman | unit | 1 | 3,000,000 | 3,000,000 |
sub jumlah
| 21,000,000 | ||||
B. Biaya Modal Kerja | |||||
1
| Benih ikan mas (3 bulan) | Kg | 200 | 19,000 | 3,800,000 |
2
| Benih Ikan Nila (6 bulan) | Kg | 200 | 18,000 | 3,600,000 |
3
| benih Ikan Patin (12 bulan) | ekor | 10,000 | 500 | 5,000,000 |
4
| Pakan (3bulan) | Kg | 2,000 | 5,200 | 10,400,000 |
5
| Tenaga Kerja | Orang | 1 | 500,000 | 500,000 |
sub jumlah
| 23,300,000 | ||||
C. Biaya Lain-lain | |||||
1
| Atk dan Admnistrasi | 1 | 500,000 | 500,000 | |
- | |||||
sub jumlah
| 500,000 | ||||
total jumlah (A+B+C)
| 44,800,000 |
analisa kelayakan usaha
|
BUDI DAYA IKAN NILA MERAH DALAM KERAMBA JARING APUNG
Ikan nila merah mampu hidup pada perairan tawar,payau dan laut. selama ini produksi ikan nila merah sebagian besar masih diproduksi dari hasil budidaya air tawar. Karena mampu beradaptasi pada kondisi perairan dengan rentang salinitas yang lebar maka ikan nila merah berpotensi untuk dibudidayakan di laut dengan sistem KJA.
Ikan nila merah mempunyai keunggulan antara lain:
(1) ikan nila merah respons terhadap pakan buatan (2) pertumbuhan cepat (3) dapat hidup dalam kondisi kepadatan tinggi (4) nilai perbandingan antara konsumsi pakan dan daging yang dihasilkan lebih rendah (5) tahan terhadap penyakit dan lingkungan perairan yang tidak memadai (6) rasanya enak dan banyak digemari masyarakat.
PERSYARATAN LOKASI
Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi budi daya diantaranyafisika, kimia dan biologi perairan. Ketersediaan bahan untuk rakit dan keramba, kemudahan mendapatkan benih dan pakan, daya serap pasar serta keamanan juga mesti diprhatikan. Teluk yang terlindung dari ombak dan badai memiliki pola penggantian massa air yang lancar dan bebas pencemaran baik dari limbah industri maupun limbah rumah tangga.
Beberapa kriteria peubah lingkungan untuk budi daya ikan nila merah dalam KJA yaitu salinitas 0-33 ppt, (asal perubahan salinitas harian tidak lebih 10ppt) temperatur 25-32°c, pH 6,5-8,5, oksigen terlarut 4-8 ppm, kecepatan arus 10-20 cm/dt, tinggi gelombang <1m, kecerahan >3m, dan kedalaman air 10-20 m.
DISAIN DAN KONSTRUKSI WADAH
1.Rakit
Sebagai tempat keramba dapat dibuat dari kayu, pipa besi anti karat atau bambu.
2.Pelampung
-Berupa drum plastik volume 200 liter.
-Satu unit KJA berukuran 5x5 m memerlukan 8-9 pelampung.
3.Pengikat
-Pengikat rakit bambu8 sebaiknya digunakan kawat yang berdiameter 4-5 mm.
-Rakit yang terbuat dari kayu atau pipa besi sebaiknya disambung dengan sistem baut.
-Untuk mengikat pelampung ke rakit, digunakan tali plastik yang berdiameter 5-6 mm.
4.Jangkar
berfungsi untuk menjaga rakit tidak terbawa arus.
5.Keramba
Keramba dibuat dari trawl yang bahannya dari polythene. ukuran mata jaring tergantung dari ukuran ikan yang akan di budidayaka.
6.Pemberat
-Berfungsi sebagai penahan arus agar jaring tetap simetris.
-Pada setiap sudut harus diberi pemberat dari batu timah atau semen cor (2-5 kg).
PENGELOLAAN BUDI DAYA
1. Pengadaan dan Pengangkutan Benih
a) Pengadaan Benih
Benih nila merah didatangkan dari balai benih dengan memesan benih nila merah yang unggul dengan ukuran yang seragam. Apabila ingin melakukan budidaya secara monoseks dipesan benih yang berjenis kelamin jantan. Ikan nila merah jantan lebih cepat tumbuh dan mempunyai ukuran lebih besar dari betina dengan waktu pemeliharaan yang sama.
b) Pengangkutan Benih
Apabila pengangkutan membutuhkan waktukurang dari 4 jam sebaiknya dilakukan dengan sistem terbuka. sedangkan apabila lebih dari 4 jam, pengangkutan dapat dilakukan dengan sistem tertutup menggunakan kantong plastik yang ditambahkan oksigen.
2. Penebaran Benih
Penebaran benih dilakukan pada pagi atau sore hari. Sebelum penebaran harus diperhatikan kondisi kualitas air. Bila kualitas air air pengangkutan beda dengan kualitas air lokasi budidaya, maka perlu dilakukan adaptasi secara perlahan-lahan terutama terhadap salinitas dan suhu. padat tebar yang optimal untuk diaplikasikan adalah 500 ekor/m³ dengan berat awal benih 15-20 g/ekor dan waktu pemeliharaan 3 bulan untuk sistim budidaya tunggal kelamin (jantan saja).
3.Pemberian Pakan
Ikan nila merah disamping bersifat herbivora juga bersifat omnivora sehingga dapat diberikan pakan buatan (pellet). pakan buatan yang diberikan adalah pellet dengan kandungan protein 26-28 sebanyak 3% per berat badan perhari dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari yaitu pagi, siang, dan malam.
4. Perawatan Wadah
•Ganti keramba setiap bulan
•Bersihkan keramba dengan menjemur terlebih dahulu untuk memudahkan pelepasan fouling
•Pembersihan dapat dilakukan dengan penyikatan atau penyemprotan dengan pompa bertekanan tinggi
•Polikultur dengan ikan beronang dapat mengendalikan lumut dan alga yg menempel pada jaring
•Pemberian beberapa ekor bintang laut dalam keramba dapat mengendalikan perkembangan populasi kekerangan
PENYAKIT DAN PENCEGAHANNYA
Untuk mengetahui jenis penyakit dan cara pencegahannya diperlukan diagnosa gejala penyakit. Gejala penyakit untuk ikan nila merah yang dibudidayakan dapat diamati dengan tanda-tanda sebagai berikut:
a). Penyakit pada kulit dengan gejala pada bagian tertentu berwarna merah, berubah warna dan tubuh berlendir.
Gejala penyakit ini dikendalikan dengan: (1) merendam dalam larutan PK (Kalium Permanganat) selama 30-60 menit dengan dosis 2 g/10 liter air, pengobatan dilakukan berulang 3 hari kemudian. (2) Merendam dalam Negovon (Kalium Permanganat) selama 3 menit dengan dosis 2-3,5%.
b.) Penyakit pada insang dengan gejala tutup insang bengkak, lembar insang pucat/keputihan, pengendalian sama dengan di atas.
c.) Penyakit pada organ dalam dengan gejala perut ikan bengkak, sisik berdiri, ikan tidak gesit, pengendalian sama dengan di atas.
Secara umum hal-hal yang dilakukan untuk dapat mencegah timbulnya penyakit pada budidaya ikan nila merah di KJA adalah: (1) hindari penebaran ikan secara berlebihan melebihi kapasitas, (2) pemberian pakan cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya. (3) hindari penggunaan pakan yang sudah berjamur.
PANEN
Padat penebaran 500 ekor/m³ dan lama pemeliharaan 3 bulan, dapat dipanen ikan nila merah dengan produksi 85 kg/m³ dan sintasan 84%.
Pemanenan ikan di KJA mudah dilakukan namun harus hati-hati untuk mencegah terjadinya luka akibat gesekan atau tusukan sirip ikan lainnya, yaitu dengan mengangkat dasar keramba perlahan-lahan. Salah satu sisi keramba harus tetap berada dalam air untuk memungkinkan ikan berkumpul.
Seleksi ukuran dapat dilakukan terhadap ikan yang sudah terkumpul di sisi keramba dan ditangkap dengan menggunakan seser secara perlahan-lahan. Sistem pemanenan dapat dilakukan secara total atau selektif tergantung dari krbutuhan.
Tabel 1. Analisis usaha produksi ikan nila merah dalam KJA/musim (2 musim/tahun)
No | Uraian | Jumlah | Harga Satuan (Rp) | Nilai(Rp) | Umur (Th) | Penyusutan/Tahun | |
1 |
Biaya Investasi
- Rakit (10x10 m)
- Rumah jaga (6x6m)
- Perahu katingting
- Jaring keramba 6 m³
|
1
1
1
32
|
12.000.000
6.000.000
6.000.000
300.000
|
12.000.000
6.000.000
6.000.000
9.600.000
|
6
6
3
2
|
2.000.000
1.000.000
2.000.000
4.800.000
| |
Total I | 33.600.000 | 9.800.000 | |||||
II
A
|
Biaya operasional/th Biaya tetap
1.Biaya perawatan5%
2.Penyusuta/tahun
3.Bunga modal 15%
|
0,05
1
0,15
|
33.600.000
9.800.000
33.600.000
|
1.680.000
9.800.000
5.040.000
|
-
-
-
|
-
-
-
| |
Jumlah II A | 16.520.000 | ||||||
B |
Biaya tidak tetap
1. Gelondonganikan nila (sintasan pengangkutan 90%, 16 unit x 500 ekor x 6 m³ x 2 mt
2. Pakan pellet (kg)
96.000x0.8x035xRKP4)
3. Tenaga kerja 2 orang (OB)
4. Biaya lain-lain 5%
|
99.000
107.520
24
0,05
|
500
2.000
4.500
98.360.000
|
49.500.000
215.040.000
10.800.000
4.918.000
|
-
-
-
-
|
-
-
-
-
| |
Jumlah II.B | 270.538.000 | ||||||
Total II.A + II.B | 287.058.000 | ||||||
III |
Penerimaan per tahun
- Produksi ikan nila (kg)
(SR 0,8x96.000 ekor x 400g)
| 30.720 | 15.000 | 307.200.000 | - | - | |
Total III | 307.200.000 | ||||||
IV
Analisis Biaya Manfaat
- Penerimaan kotor (III-II)
- Pajak 10% dari penerimaan kotor
- Perputaran uang sebelum dipotong pajak (IV+IIA2)
- Laba operasional (III-II.B)
- Pendapatan bersih (IV.3-IV.2)
- Jangka waktu pengembalian (I: IV.5) x 12 bulan
- Imbangan penerimaan biaya (R/C ratio) (III.II)
- Cash flow (IV.5+IIA.2)
- Rentabilitas ekonomi (IV.5/total I)x100%)
- BEP=jumlah II.A: (1-jumlah II.B/ total III)
|
20.142.000
2.014.200
29.942.000
36.662.000
27.927.800
14,44
1,07
37.727.800
83,12
138.425.181
|
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
|
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
|
Langganan:
Postingan (Atom)